kabar24jam.com | Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta tak menutup-nutupi skandal keuangan yang dilakukan Bupati Simalungun Radiapoh Hasiholan Sinaga dan Wakil Bupati Zonny Waldi dalam menjalankan pemerintahan Kabupaten Simalungun. Sebab, skandal tersebut sangat berpotensi mengganggu kesinambungan pembangunan Simalungun.
Hal tersebut ditegaskan Aktivis Gerakan Pemuda Sumut (GPS) Ranto Sitompul dan Pengamat Tata Negara Zulhamdi Rambe saat dihubungi wartawan secara terpisah dari Jakarta, Senin (6/6/2022).
BPK telah melaksanakan audit terhadap keuangan Pemkab Simalungun untuk Tahun Anggaran 2021. Namun hasilnya sampai saat belum dibuka.
Ranto mengingatkan BPK wajib berpihak kepada kepetingan umum. Publikasi hasil audit tersebut jangan lagi berorientasi pada kepentingan politik pribadi Bupati, melainkan harus mengarah politik pembangunan kesejahteraan masyarakat Simalungun secara global.
“Kita harapkan BPK bersikap independen atas hasil auditnya. Karena hal ini sangat penting dalam penyelenggaraan pembangunan Simalungun yang berkeadilan secara merata,” ujarnya.
Dia melanjutkan, jika hasil audit menemukan penyimpangan kebijakan, apalagi hingga memunculkan sebuah skandal keuangan maka harus disampaikan dengan sebenarnya. Demikian juga, apabila hasilnya tak ditemukan penyimpangan, berarti kebijakan Pemkab dilaksanakan secara terukur berpihak kepada masyarakat.
“Sudah menjadi rahasia umum tentang krebilitas BPK, satu lembaga yang secara terang benderang berkinerja buruk, bisa mendapat predikat WTP (wajar tanpa pengecualian-red). Hal ini bukan sekali atau dua kali terjadi di negara,” kata Ranto.
Menurut Zulhamdi, transparansi hasil audit BPK menjadi pondasi bagi masyarakat menilai kebijakan pemimpinnya dalam melaksanakan pembangunan di Simalungun.
“Transparansi hasil audit BPK terhadap pemimpin daerah sangat diperlukan agar masyarakat tak lagi terjebak dalam politik pencitraan pemimpin daerah,” ujarnya.
Apapun hasil audit itu tetap harus dibuka. BPK tak boleh terjebak pada kepentingan politik pribadi. “Ya sampaikan secara gamblang saja hal apa saja yang ditemukan. Kalau ada skandal, dibuka saja,” pungkas Zulhamdi.
Seperti diketahui, Bupati Radiapoh menyandera dana darurat khusus sekitar Rp 62 miliar yang semestinya sudah dibayarkan kepada 27 perusahaan mitra kerja yang terlibat dalam pembangunan infrastruktur penanggulangan bencana alam di Simalungun.
Dari 27 perusahaan, korban diantaranya PT Batu Ara Mulia (BAM). Perusahaan yang membangun turab tebing untuk mengantisipasi terulangnya bencana longsor di area perkantoran Pemerintah Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, sampai saat ini belum dibayar.
Pimpinan PT BAM Binsar Tampubolon mengatakan dana belum dibayarkan ke PT BAM sebesar Rp Rp 6.204.000.000.
Dia mengatakan, Radiopoh bersikeras tak mau membayar proyek penanggulangan bencana longsor meskipun pengerjaan telah selesai 100 persen, bahkan hingga melewati masa retensi atau garansi proyek.
Di sisi lain, Bupati Radiopoh juga telah membentuk Tim Investigasi dan Inventarisasi. Tim bentukan Radiopoh itu mengeluarkan resume kelayakan pekerjaan tuntas 100 persen sesuai standar teknis ditetapkan Pemkab Simalungun.
Tim Investigasi dan Inventarisasi itu terdiri dari Kepolisian, BPBD, Inspektorat, Sekda,
BPKAD Simalungun, dan Kepala Biro Hukum Pemkab Simalungun untuk mengecek dan menganalisa proyek itu.
Proyek pembangunan turab tebing di area perkantoran Pemkab Simalungun mengacu Surat Pernyataan Bupati Simalungun Nomor 360/1491-/31/2020 pada 3 Agustus 2020 tentang Status Darurat Penanggulangan Bencana Alam Longsor pada ruas jalan di Kompleks DMPDN Pemkab Simalungun. ( tim )