Tarutung, (kabar24jam.com) – Perjalanan pelayanan ini bermula dari percakapan ringan dengan inang Sarah Tobing, setelah melihat backdrop deklarasi pencalonan yang dipersiapkan Tim JPS Road to Bishop di Grand Andilaman, 25 Juli 2025. Saat itu, saya menyampaikan kerinduan sekaligus keterpanggilan hati untuk melayani GKPI sebagai Bishop. Saya berkata kepada inang Sarah, “Boleh saya minta backdrop ini? Alangkah baiknya bila kelak dipasang di Lobuhole, Tarutung, kampung ayah saya, Almarhum Pdt. Salamat Tua Simorangkir.” Inang Sarah menyambut hal itu dengan penuh antusias.
Seiring perjalanan waktu, saya semakin menyadari bahwa penempatan saya oleh amang Bishop Abdul Hutauruk, M.Th di GKPI Resort Medan Barat (sejak 2022) bukanlah kebetulan. Semua ini ternyata bagian dari proses Tuhan untuk mempersiapkan diri saya melayani di tingkat yang lebih luas. Jiwa dan batin saya selalu tertuju pada doa dan solitude. Dari doa, lahirlah persekutuan, dan dari persekutuan, lahirlah pelayanan. Seperti refleksi Henri Nouwen dari Lukas 6:12-19, Yesus memulai pelayanan-Nya dari doa, lalu membentuk kemuridan, dan akhirnya menghadapkan diri pada dunia.
Saya pun rindu berdoa di Lobuhole—kampung halaman ayah saya—yang jaraknya sekitar delapan kilometer dari Tarutung, di balik Salib Kasih, Simorangkir. Bagi saya, Lobuhole adalah awal panggilan pelayanan. Walau secara formal kependetaan dimulai sejak masuk STT tahun 1991 di Jakarta, namun sesungguhnya benih itu telah ditanam jauh sebelumnya, ketika opung saya memberangkatkan anaknya, ayah saya Pdt. Salamat Tua Simorangkir, ke STT Nommensen, Siantar. Ayah saya kemudian menjadi pendeta GKPI tahun 1967, dan memilih bergabung dengan GKPI sejak berdirinya tahun 1964. Bahkan, opung saya, Kilian Simorangkir (†), menyerahkan tanah untuk berdirinya GKPI Lobuhole.
Saya menyampaikan terima kasih yang tulus kepada Majelis Jemaat GKPI Lobuhole, khususnya Pdt. Rapma Uli K. Hutauruk, kerabat dan keluarga di Tarutung dan Lobuhole:
Uda St. Eriendon Simorangkir, beberapa periode Guru Jemaat GKPI Lobuhole;
Ito saya di Medan, Rouli Verawaty Simorangkir/Ny. Manik (anggota jemaat GKPI Teladan, Medan);
Adik saya di Jakarta, Ronald P. Simorangkir (Sekretaris Jemaat GKPI JK Rawamangun, Jakarta Timur);
Dohar Simorangkir (Bpk. Rain), anggota jemaat GKPI JK Tarutung Kota;
Inanguda Ny. St. Banner Simorangkir br. Panjaitan, istri almarhum Uda Banner yang pernah menjadi Guru Jemaat GKPI Parsaoran Nauli Hutabarat sekaligus anggota Majelis Pusat GKPI.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Tim JPS Road to Bishop yang dengan setia mendampingi hingga ke kampung halaman:
John P.L. Tobing/Susi br. Ginting, Coki Marbun/Sarah Tobing, Pdt. Samuel Bahari Purba, B.Th, Pnt. Ir. Lambok Antonius Siahaan, MBA/Taruli Tobing, Kak Esther Siahaan, serta Amang Pnt. Robert Tobing dan inang (Bpk/Mama Olive). Kehadiran Pdt. Dr. Junjungan Simorangkir/br. Hutabarat, rombongan dari GKPI Parbubu Dolok, dan Vikar Rain Bow Hutabarat juga sangat mengharukan hati saya. Demikian juga Tarida Epiphania Simorangkir dan Joseph Martua Simorangkir yang ikut serta pulang ke kampungnya.
Ibadah Minggu XIII Setelah Trinitatis di GKPI Lobuhole benar-benar penuh hikmat. Jemaat menyambut dengan persiapan yang luar biasa, menghadirkan suasana teduh melalui liturgi yang rapi, nyanyian paduan suara (Ibu, Bapak, dan Remaja/PP), serta respons jemaat yang penuh sukacita. Saya bersyukur melihat jemaat yang hidup dari doa, ibadah, dan perjumpaan dengan Tuhan, meski sehari-hari mereka bergelut dengan ladang dan pohon Haminjon.
Dalam khotbah berdasarkan Lukas 15:11-32, saya menekankan sukacita atas kembalinya anak yang hilang—“Marlas ni roha siala hamumulak ni anakna na mago i.” Perumpamaan ini bukan sekadar kisah sederhana, melainkan gambaran hidup penuh makna: pemberontakan remaja, keterasingan, kerinduan pulang, kekuatan pengampunan, dan kasih Allah yang melampaui logika manusia. Seperti ayah dalam perumpamaan itu, Allah berlari menyambut kita bahkan sebelum sempat mengucap pertobatan. Semua adalah anugerah—tanpa tuntutan, cukup bahwa kita kembali.
Reportase dan renungan ini saya tulis di rumah amang JPL, Hutabaginda, Tarutung, pada subuh 16 September 2025. Soli Deo Gloria. (F_01)