MEDAN, KABAR24JAM – Duduk di meja pesakitan sebagai terdakwa bukanlah karena tak ada sebab. Ini yang terjadi dengan mantan Kepala Desa (Kades) Medan Estate 2016-2022 Faizal Arifin, beserta Sekretaris Desa (Sekdes) Rusmiati.
Setali tiga uang, mereka ketauan makan uang dana CSR sebesar Rp 540 Juta dari PT Karsa Prima Permata Nusa di tahun 2017 lalu. Akibat perbuatan keduanya Senin (5/9/2022), sidang kasus korupsi ini mulai diadili di Pengadilan Tipikor Medan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Putra Raja Rumbi Siregar, dalam surat dakwaannya menjelaskan, bermula dari adanya aksi demonstrasi warga atas rusaknya fasilitas jalan atas kendaraan PT KPPN yang lalu lalang.
Akhirnya dilakukan rapat antara pemerintahan desa diwakili terdakwa Faizal Arifin dengan pihak perusahaan yang diwakilkan oleh Danang Pj. Tertanggal 14 November 2016 ditandatangani kesepakatan bersama.
Diantaranya PT KPPN akan mengeluarkan kompensasi dana CSR atas rusaknya fasilitas jalan umum sebagai bentuk tanggung jawab sosial seperti bantuan kendaraan ambulans dan dana aspirasi.
Dana aspirasi tersebut disalurkan secara rutin setiap bulannya oleh PT KPPN kepada terdakwa selaku kades sebesar Rp15 juta dan Rp2,5 juta diantaranya untuk kas Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) Medan Estate.
Total dana CSR yang digelontorkan ke terdakwa Rp720 juta periode tahun 2017 hingga 2020. Sebab setiap bulannya diterima mantan Kades sebesar Rp15 juta.
Akan tetapi dana CSR dari PT KPPN tersebut terdakwa bersama-sama dengan Sekdes Rusmiati tidak pernah melakukan pembahasan ke dalam rapat pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Otomatis, tidak masuk dalam Pendapatan Asli Desa (PAD) Medan Estate.
“Terdakwa dan Rusmiati kemudian dipergunakan untuk bantuan siswa sebanyak 60 siswa. Per siswa mendapatkan Rp150 ribu,” urai Aldo Marbun.
Operasional LKMD Rp2,5 juta, bayar honor pengelola CSR (untuk saksi Sumiati) sebesar Rp250.000 setiap bulannya, untuk pengajian Desa Medan Estate sebesar Rp500.000, pengajian Kecamatan Percut Seituan sebesar Rp700.000.
Bantuan kemalangan sebesar Rp125.000 per bulannya, bahan bakar ambulans sebesar Rp100.000 dan perbaikan selama 3 tahun sebesar Rp3 juta.
Bahwa dalam penyaluran bantuan untuk siswa, kedua terdakwa tidak pernah membuat Peraturan Desa terkait syarat dan ketentuan siapa saja yang layak untuk menerima bantuan tersebut.
Faizal Arifin selaku Kades hanya memerintahkan kepada masing-masing Kepala Dusun untuk mencari siswa-siswa untuk menerima bantuan tersebut tanpa memiliki indikator yang jelas sebagai penerima bantuan yang bersumber dari Dana CSR.
Bahwa terdakwa bersama-sama dengan saksi Rusmiati dalam pengelolaan dana CSR tersebut dilakukan secara sewenang-wenang dan sebagian besar penggunaannya tidak dapat dipertanggungjawabkan telah memperkaya terdakwa maupun saksi Rusmiati.
Menurut audit Inspektorat Kabupaten Deliserdang, akibat perbuatan kedua terdakwa, keuangan negara dirugikan mencapai Rp540.457.000.
Terdakwa Faizal Arifin maupun Rusmiati dijerat dakwaan komulatif. Pertama primair, Pasal 2 , 3 dan 12 jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Tim penasihat hukum (PH) kedua terdakwa menyatakan, tidak mengajukan nota keberatan atas dakwaan JPU tersebut. Sidang dipimpin Hakim Ahmad Sunardi dilanjutkan pekan depan untuk pemeriksaan saksi-saksi. (rus)